Home » » Wisata Alam Sintang

Wisata Alam Sintang

Taman Wisata Alam Baning

Taman Wisata Alam Baning – Sintang – Kalimantan Barat 
Taman Wisata Alam Baning , Udaranya yang sejuk dan segar, pohonnya yang rindang dan hijau, kicauan beraneka burung, menjadikan Taman Wisata Alam Baning tepat sekali dipilih sebagai tempat rekreasi alam yang mengasyikan
Keistimewaan Taman Wisata Alam Baning,  karena merupakan satu-satunya hutan tropis alami di Indonesia yang berada di tengah-tengah kota. Kawasan ini ditumbuhi oleh beribu-ribu pohon besar dan kaya dengan aneka flora dan fauna langkanya. Sehingga, selain sebagai tempat wisata yang menarik, kawasan ini juga dapat dijadikan tempat penelitian tentang kekayaan hayati bagi ilmuan, mahasiswa, pelajar, dan bahkan masyarakat umum
baning2 perempuancomSebuah laboratorium yang dijadikan sebagai sarana pendukung penelitian dan pengembangan berbagai kekayaan hayati di kawasan ini, juga dapat dikunjungi oleh mereka yang ingin mengetahui tentang dasar-dasar ilmu kehutanan.
Di Taman Wisata Alam Baning, tersedia sebuah jembatan kayu yang membelah hutan, sehingga dapat digunakan pengunjung yang ingin menikmati kesejukan dan kekayaan hayati kawasan tersebut dari ketinggian.
Bagi penyuka olahraga lintas alam, di kawasan ini tersedia jalan setapak yang berliku-liku sampai ke dalam hutan dengan medan yang cukup menantang. Areal camping ground yang luas dan aman dapat mengakomodir keinginan pengunjung yang ingin berkemah.
Secara administratif, Taman Wisata Alam Baning berada dalam wilayah Kelurahan Baning Kota dan Kelurahan Tanjung Puri, Kecamatan Sintang, Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia.
Flora dan Fauna
Di kawasan ini, terdapat berbagai flora langka, seperti ramin (gonystilur bancanus sp), jelutung (diera lawii), resam (glyhenis linearis), rengas (gluta renghas sp), medang (litsea firma sp), mentibu (dacty locladusstenos), perepat (cambreto carpus rotundatus), bintangor (callophyllum inophylum), pulai (alstonia schoolaris), kempilik (quercus sp), tamang burung (eugenia sp), kantong semar, dan anggrek hitam.
Beraneka fauna langkanya, seperti raja udang (halycon smyrnemsis), biawak (varanus salvator), punai (tretron vernaris), beo (gracula religiosa), cucakrawa (pycnonatus zeylandicus), musang air (cynogale bennetti), tupai tanah (larisous insignis), bajing terbang (peraurista elegans), kelasi, dan aneka jenis burung, kian mengukuhkan betapa spesialnya kawasan ini.
Fasilitas wisata dapat ditemukan dalam kawasan ini antara lain warung makan, kantin, pedagang asongan, dan pedagang kaki lima yang menyediakan berbagai menu makanan dan minuman. losmen, wisma, dan hotel dengan berbagai tipe, pusat informasi pariwisata, satuan pengamanan, rumah sakit umum, puskesmas, poliklinik, apotek, camping ground, masjid, mushola, gereja, kios wartel, voucher isi ulang pulsa, serta sentra oleh-oleh dan cenderamata
Dari pusat Kota Sintang menuju Taman Wisata Alam Baning, pengunjung dapat mengaksesnya dengan menggunakan bus, minibus, angkutan kota, atau kendaraan pribadi. berjalan kaki atau bersepeda dari pusat Kota Sintang.
Hutan Wisata Baning merupakan suatu kawasan pelestaian alam yang terletak di pusat kota Sintang. Termasuk wilayah Kabupaten Dati II Sintang .Hutan Wisata Baning termasuk dalam wilayah KPH Sintang Utara.
Sebeleh Utara Wisata Alam Baning berbatasan dengan Kelurahan Tanjungpuri Kecamatan Sintang, Sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai Tebelian, Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Kapuas Kanan Hulu Kecamatan Sintang, sedangkan Sebelah Barat Wisata Alam Baning berbatasan dengan Desa Terentung Kecamatan Sintang.
Kawasan ini mempunyai topografi datar dengan tipe ekosistem hutan rawa gambut yang selalu terenang hampir sepanjang tahun.
Keunikan ekosistem kawasan, karena merupakan hutan rawa gambut yang tergenang sepanjang tahun sehingga diperkirakan terdapat beberapa jenis tumbuhan endemik
Hutan Wisata Baning hanya menampilkan keberadaan hutannya sebagai obyek. Jalur wisata yang dibuat di bawah keteduhan tajuk pohon, serta ekosistem hutannya yang unik berupa hutan rawa gambut merupakan daya tarik tersendiri bagi pengunjung
[referensi : perempuan.com]
Kembali ke Wisata Kalimantan Barat


Bukit Kelam - SINTANG, Kalimantan Barat

Bukit Kelam - SINTANG, Kalimantan Barat
Kawasan Wisata Bukit Kelam yang berada di wilayah Kecamatan Kelam Permai. Daya tarik objek wisata alam perbukitan khususnya kawasan wisata alam Bukit Kelam dapat dilihat dari kondisi perbukitan itu sendiri yang memiliki keindahan yang khas. Hutan wisata Bukit Kelam berada diantara dua sungai besar yaitu Sungai Melawi dan Sungai Kapuas dan termasuk didalam SdubDAS Melawi dimana keberadaan hutan wisata tersebut merupakan kawasan sumber air yang mengalir sebagai sungai yang dimanfaatkan penduduk setempat untuk keperluan air minum, MCK dan irigasi.
Berdasarkan pengamatan diketahui kualitas baik perairan sungai di hutan wisata didominasi oleh perbukitan dan hutan wisata ini sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata alarn dan untuk lokasi terbang layang dan panjat tebing karena terletak pada ketinggian 50 - 900 meter dari permukaan laut dengan kemiringan antara 15° - 40° serta kemiringan diatas 45°. Pohon yang tumbuh dikaki bukit umumnya berbatang tinggi, sedangkan dipuncaknya ditumbuhi semak semak. Pada dinding bukit jarang ditumbuhi tumbuhan karena terdiri dari batu terjal sehingga pepohonan yang yang tumbuh dan tertata rapi didalam jambangan.
Di Bukit ini juga terdapat tumbuh-tumbuhan langka seperti Kantong Semar Raksasa yang oleh masyarakat setempat dipergunakan sebagai wadah untuk menanak nasi, selain itu juga terdapat Anggrek Hitam. Saat ini kawasan Bukit Kelam sudah direnopasi dan kawasan ini dijadikan sebagai Pusat Perkemahan bagi pramuka. Untuk mencapai puncak Bukit Kelam saat ini sudah dibangun sebuah tangga dengan ketinggian 90 m yang terletak disebelah barat. Kawasan Bukit Kelam saat ini terus dikembangkan karena punya rentetan perbukitan lainnya seperti Bukit Luit dan Bukit Rentab. Selain itu juga kawasan ini sangat baik jika dibangun tempat peristirahatan yang nantinya dapat dikembangkan menjadi desa wisata yang menarik dan unik.
Hal ini juga tidak terlepas dari keberadaan dua rumah panjang didekat lokasi perbukitan ini yaitu Rumah Panjang Ensaid Pendek dan Ensaid Panjang.
Bagi pengunjung yang suka bertualang menghadapi tantangan alam dan merindukan pemandangan alam yang asli maka Bukit Kelam adalah tempat yang cocok dalam memenuhi selera anda. Pendakian ke puncak bukit dapat ditempuh melalui dua cara:
  • Menggunakan Tangga
  • Melalui Tebing Batu yang sangat terjal dan menantang.
Dari Puncak Bukit dapat terlihat pemandangan alam yang sangat indah seperti:
  • Hutan tropis dan berbagai jenis tanaman langka
  • Dua aliran sungai yang mengapit Kota kabupaten
  • Tata Kota Sintang dan persawahan yang ada dibawahnya.
Yang kesemuanya merupakan pemandangan alam yang sangat menakjubkan dan panorama alam yang sangat nyaman, dapat dikunjungi melalui transportasi darat dengan jarak dari Kota 18 Km.

Cara menjangkau:

Nama objek: Bukit Kelam
Dijangkau dari: Ibu kota Kabupaten
Kendaraan: Kendaraan umum
Fasilitas: Jalan lingkar bukit, Tangga untuk mencapai bukit
Keterangan:
- dari ibukota Kabupaten : 19 Km
- dari jalan lingkar bukit : 10 Km
Bukit Kelam merupakan salah satu obyek wisata alam yang eksotis di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, Indonesia. Bukit yang telah menjadi Kawasan Hutan Wisata ini memiliki panorama alam yang memesona, yaitu berupa pemandangan air terjun, gua alam yang dihuni oleh ribuan kelelawar, dan sebuah tebing terjal setinggi kurang lebih 600 meter yang ditumbuhi pepohonan di kaki dan puncaknya.

Legenda Bukit Kelam

Dibalik pesona dan eksotisme Bukit Kelam, tersimpan sebuah cerita yang cukup menarik. Konon, Bukit Kelam dulunya merupakan sebuah rantau.[1] Namun, karena terjadi suatu peristiwa, maka kemudian rantau itu menjelma menjadi Bukit Kelam. Bagaimana kisahnya sehingga rantau itu menjelma menjadi bukit yang indah dan memesona? Kisahnya dapat Anda ikuti dalam cerita Legenda Bukit Kelam berikut ini.
Alkisah, di Negeri Sintang, Kalimantan Barat, Indonesia, hiduplah dua orang pemimpin dari keturunan dewa yang memiliki kesaktian tinggi, namun keduanya memiliki sifat yang berbeda. Yang pertama bernama Sebeji atau dikenal dengan Bujang Beji. Ia memiliki sifat suka merusak, pendengki dan serakah. Tidak seorang pun yang boleh memiliki ilmu, apalagi melebihi kesaktiannya. Oleh karena itu, ia kurang disukai oleh masyarakat sekitar, sehingga sedikit pengikutnya. Sementara seorang lainnya bernama Temenggung Marubai. Sifatnya justru kebalikan dari sifat Bujang Beji. Ia memiliki sifat suka menolong, berhati mulia, dan rendah hati. Kedua pemimpin tersebut bermata pencaharian utama menangkap ikan, di samping juga berladang dan berkebun.
Bujang Beji beserta pengikutnya menguasai sungai di Simpang Kapuas, sedangkan Temenggung Marubai menguasai sungai di Simpang Melawi. Ikan di sungai Simpang Melawi beraneka ragam jenis dan jumlahnya lebih banyak dibandingkan sungai di Simpang Kapuas. Tidak heran jika setiap hari Temenggung Marubai selalu mendapat hasil tangkapan yang lebih banyak dibandingkan dengan Bujang Beji.
Temenggung Marubai menangkap ikan di sungai Simpang Melawi dengan menggunakan bubu (perangkap ikan) raksasa dari batang bambu dan menutup sebagian arus sungai dengan batu-batu, sehingga dengan mudah ikan-ikan terperangkap masuk ke dalam bubunya. Ikan-ikan tersebut kemudian dipilihnya, hanya ikan besar saja yang diambil, sedangkan ikan-ikan yang masih kecil dilepaskannya kembali ke dalam sungai sampai ikan tersebut menjadi besar untuk ditangkap kembali. Dengan cara demikian, ikan-ikan di sungai di Simpang Melawi tidak akan pernah habis dan terus berkembang biak.
Mengetahui hal tersebut, Bujang Beji pun menjadi iri hati terhadap Temenggung Marubai. Oleh karena tidak mau kalah, Bujang Beji pun pergi menangkap ikan di sungai di Simpang Kapuas dengan cara menuba[2]. Dengan cara itu, ia pun mendapatkan hasil tangkapan yang lebih banyak. Pada awalnya, ikan yang diperoleh Bujang Beji dapat melebihi hasil tangkapan Temenggung Marubai. Namun, ia tidak menyadari bahwa menangkap ikan dengan cara menuba lambat laun akan memusnahkan ikan di sungai Simpang Kapuas, karena tidak hanya ikan besar saja yang tertangkap, tetapi ikan kecil juga ikut mati. Akibatnya, semakin hari hasil tangkapannya pun semakin sedikit, sedangkan Temenggung Marubai tetap memperoleh hasil tangkapan yang melimpah. Hal itu membuat Bujang Beji semakin dengki dan iri hati kepada Temenggung Marubai.
"Wah, gawat jika keadaan ini terus dibiarkan!" gumam Bujang Beji dengan geram.
Sejenak ia merenung untuk mencari cara agar ikan-ikan yang ada di kawasan Sungai Melawi habis. Setelah beberapa lama berpikir, ia pun menemukan sebuah cara yang paling baik, yakni menutup aliran Sungai Melawi dengan batu besar pada hulu Sungai Melawi. Dengan demikian, Sungai Melawi akan terbendung dan ikan-ikan akan menetap di hulu sungai.
Setelah memikirkan masak-masak, Bujang Beji pun memutuskan untuk mengangkat puncak Bukit Batu di Nanga Silat, Kabupaten Kapuas Hulu. Dengan kesaktiannya yang tinggi, ia pun memikul puncak Bukit Batu yang besar itu. Oleh karena jarak antara Bukit Batu dengan hulu Sungai Melawi cukup jauh, ia mengikat puncak bukit itu dengan tujuh lembar daun ilalang.
Di tengah perjalanan menuju hulu Sungai Melawi, tiba-tiba Bujang Beji mendengar suara perempuan sedang menertawakannya. Rupanya, tanpa disadari, dewi-dewi di Kayangan telah mengawasi tingkah lakunya. Saat akan sampai di persimpangan Kapuas-Melawi, ia menoleh ke atas. Namun, belum sempat melihat wajah dewi-dewi yang sedang menertawakannya, tiba-tiba kakinya menginjak duri yang beracun
"Aduuuhhh... !" jerit Bujang Beji sambil berjingkrat-jingkrat menahan rasa sakit.
Seketika itu pula tujuh lembar daun ilalang yang digunakan untuk mengikat puncak bukit terputus. Akibatnya, puncak bukit batu terjatuh dan tenggelam di sebuah rantau yang disebut Jetak. Dengan geram, Bujang Beji segera menatap wajah dewi-dewi yang masih menertawakannya.
"Awas, kalian! Tunggu saja pembalasanku!" gertak Bujang Beji kepada dewi-dewi tersebut sambil menghentakkan kakinya yang terkena duri beracun ke salah satu bukit di sekitarnya.
"Enyahlah kau duri brengsek!" seru Bujang Beji dengan perasaan marah.
Setelah itu, ia segera mengangkat sebuah bukit yang bentuknya memanjang untuk digunakan mencongkel puncak Bukit Batu yang terbenam di rantau (Jetak) itu. Namun, Bukit Batu itu sudah melekat pada Jetak, sehingga bukit panjang yang digunakan mencongkel itu patah menjadi dua. Akhirnya, Bujang Beji gagal memindahkan puncak Bukit Batu dari Nanga Silat untuk menutup hulu Sungai Melawi. Ia sangat marah dan berniat untuk membalas dendam kepada dewi-dewi yang telah menertawakannya itu.
Bujang Beji kemudian menanam pohon kumpang mambu yang akan digunakan sebagai jalan untuk mencapai Kayangan dan membinasakan para dewi yang telah menggagalkan rencananya itu. Dalam waktu beberapa hari, pohon itu tumbuh dengan subur dan tinggi menjulang ke angkasa. Puncaknya tidak tampak jika dipandang dengan mata kepala dari bawah.
Sebelum memanjat pohon kumpang mambu, Bujang Keji melakukan upacara sesajian adat yang disebut dengan Bedarak Begelak, yaitu memberikan makan kepada seluruh binatang dan roh jahat di sekitarnya agar tidak menghalangi niatnya dan berharap dapat membantunya sampai ke kayangan untuk membinasakan dewi-dewi tersebut.
Namun, dalam upacara tersebut ada beberapa binatang yang terlupakan oleh Bujang Beji, sehingga tidak dapat menikmati sesajiannya. Binatang itu adalah kawanan sampok (Rayap) dan beruang. Mereka sangat marah dan murka, karena merasa diremehkan oleh Bujang Beji. Mereka kemudian bermusyawarah untuk mufakat bagaimana cara menggagalkan niat Bujang Beji agar tidak mencapai kayangan.
"Apa yang harus kita lakukan, Raja Beruang?" tanya Raja Sampok kepada Raja Beruang dalam pertemuan itu.
"Kita robohkan pohon kumpang mambu itu," jawab Raja Beruang.
"Bagaimana caranya?" tanya Raja Sampok penasaran.
"Kita beramai-ramai menggerogoti akar pohon itu ketika Bujang Beji sedang memanjatnya," jelas Raja Beruang.
Seluruh peserta rapat, baik dari pihak sampok maupun beruang, setuju dengan pendapat Raja Beruang.
Keesokan harinya, ketika Bujang Beji memanjat pohon itu, mereka pun berdatangan menggerogoti akar pohon itu. Oleh karena jumlah mereka sangat banyak, pohon kumpang mambu yang besar dan tinggi itu pun mulai goyah. Pada saat Bujang Beji akan mencapai kayangan, tiba-tiba terdengar suara keras yang teramat dahsyat.
"Kretak... Kretak... Kretak... !!!"
Beberapa saat kemudian, pohon Kumpang Mambu setinggi langit itu pun roboh bersama dengan Bujang Beji.
"Tolooong... ! Tolooong.... !" terdengar suara Bujang Beji menjerit meminta tolong.
Pohon tinggi itu terhempas di hulu sungai Kapuas Hulu, tepatnya di Danau Luar dan Danau Belidak. Bujang Beji yang ikut terhempas bersama pohon itu mati seketika. Maka gagallah usaha Bujang Beji membinasakan dewi-dewi di kayangan, sedangkan Temenggung Marubai terhindar dari bencana yang telah direncanakan oleh Bujang Beji.
Menurut cerita, tubuh Bujang Beji dibagi-bagi oleh masyarakat di sekitarnya untuk dijadikan jimat kesaktian. Sementara puncak bukit Nanga Silat yang terlepas dari pikulan Bujang Beji menjelma menjadi Bukit Kelam. Patahan bukit yang berbentuk panjang yang digunakan Bujang Beji untuk mencongkelnya menjelma menjadi Bukit Liut. Adapun bukit yang menjadi tempat pelampiasan Bujang Beji saat menginjak duri beracun, diberi nama Bukit Rentap.
Demikian cerita Legenda Bukit Kelam dari daerah Kalimantan Barat, Indonesia. Cerita di atas termasuk dalam cerita teladan yang mengandung pesan-pesan moral. Sedikitnya ada dua pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas, yaitu akibat yang ditimbulkan dari sikap iri hati dan tamak, dan keutamaan sifat suka bermusyawarah untuk mufakat. Sifat iri hati dan tamak tercermin pada sifat dan perilaku Bujang Beji yang hendak menguasai ikan milik Temenggung Marubai yang ada di Sungai Melawi. Dari sini dapat diambil sebuah pelajaran, bahwa sifat tamak dan serakah dapat menyebabkan seseorang menjadi iri dan dengki. Sifat ini tidak patut dijadikan sebagai suri teladan dalam kehidupan sehari-hari. Dikatakan dalam tunjuk ajar Melayu:
kalau orang tak tahu diri,
seumur hidup iri mengiri
apa tanda orang serakah,
berebut harta terbuan tuah
Sementara sifat suka bermusyawarah untuk mufakat terlihat pada perilaku kawanan sampok dan beruang yang berusaha untuk menggagalkan rencana jelek Bujang Beji yang hendak membinasakan dewi-dewi di kayangan. Menurut Tenas Effendy, melalui musyawarah dan mufakat, tunjuk ajar dapat dikembangkan dengan pikiran, ide, atau gagasan yang dapat disalurkan. Dalam ungkapan Melayu dikatakan:
di dalam musyawarah,
buruk baiknya akan terdedah
di dalam mufakat,
berat ringan sama diangkat
(DARI BERBAGI SUMBER)
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Creating Website

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. sejarah sintang - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger